Kamis, 29 Maret 2012
Kamis, 15 Maret 2012
Aku di Mata Dia
Hmm, Ilustrasi gambar yang menyakitkan.
Sekitar Dua minggu yang lalu, dia ngirim gambar ini ke email aku.
Entah apa maksudnya.
Apa mungkin kayak gambar itu kali ya aku di mata dia :'(
# Dear foto model mungil yang membuatku sakit kepala
Waktu bergulir dengan pelan. ritme yang berjalan terasa hambar tanpa denting perasaan. melodi hati mengalun bisu. kelu menjalar ke seluruh tubuh. hasrat yang membuncah seketika tersingkir. desir-desir batin yang menyisir nurani tergantikan letih yang tak kunjung terusir. kehidupan terasa begitu asing. di kutub utara, gugusan salju tengah mencair. di kutub selatan, beruang grizzy tengah sibuk mencari api. Di sini, masih ada namamu. Masih tergambar nyata seremonial kisah yang tak indah itu. Arghh!!
Meski kamu sudah jadi miliknya, tapi hati kamu tetep jadi milik ku. Tau kenapa? karena aku jauh lebih mencintaimu ketimbang pacarmu itu *sok tau bgd igk* huhu :p
Senin, 12 Maret 2012
Romansa
Eureka, siapa disana
Aku tak asing dengan aromamu
Ah kau, khayu....
Ku masih menantikanmu
Dalam pacuan nafas yang seolah kan berhenti
Namun sukmaku terus menggebu, ingin gapaimu
Meski dengan kepakan yang gontai, lunglai
serta hampir sekarat
Bukankah aurora masih menggantang?
Bukankah cassiopea masih indah terpampang dalam kanvas malam?
Ya, namun tiada seelok engkau
Meski hanya sepucuk indahnya, tak lebih sebatas cahaya lentera yang tak lekang oleh dingin dan petang
namun kau mampu tenangkan jiwa
mereguk asa yang telah lama terjuntai
walau akhirnya kau robohkan Parthenon Parthenonku
Tak apa, alpana masih melantun
Dan engkau tetap berayun
Mencari ufuk batas senja yang masih mendiami cakrawala, melintasi imaji dalam orkestra romansa
Rengkuhlah aku, sayang
Kan kubentangkan sayap-sayap putihku
Merajut mimpi indah,
Dan percayalah, tak sekalipun kau kan ku hempas ke bumi
Dan kita sinari dunia dengan putihnya, sucinya jiwa-jiwa lugu kita..
Aku tak asing dengan aromamu
Ah kau, khayu....
Ku masih menantikanmu
Dalam pacuan nafas yang seolah kan berhenti
Namun sukmaku terus menggebu, ingin gapaimu
Meski dengan kepakan yang gontai, lunglai
serta hampir sekarat
Bukankah aurora masih menggantang?
Bukankah cassiopea masih indah terpampang dalam kanvas malam?
Ya, namun tiada seelok engkau
Meski hanya sepucuk indahnya, tak lebih sebatas cahaya lentera yang tak lekang oleh dingin dan petang
namun kau mampu tenangkan jiwa
mereguk asa yang telah lama terjuntai
walau akhirnya kau robohkan Parthenon Parthenonku
Tak apa, alpana masih melantun
Dan engkau tetap berayun
Mencari ufuk batas senja yang masih mendiami cakrawala, melintasi imaji dalam orkestra romansa
Rengkuhlah aku, sayang
Kan kubentangkan sayap-sayap putihku
Merajut mimpi indah,
Dan percayalah, tak sekalipun kau kan ku hempas ke bumi
Dan kita sinari dunia dengan putihnya, sucinya jiwa-jiwa lugu kita..
Barisan Dialog Waktu
Dialogku denganmu tetap tak pernah berubah dari kebisuan. hanya diam dalam kata-kata tanpa suara. Tak pernah menjadi dialog murni. Di kedekatan, justru seolah sangat jauh terpandang. Entah saat ini kami mempersingkat jarak atau justru memperpanjang jarak yang selama ini masih memisah. Hingga lantas kami harus menerima apa yang tuhan tanamkan dalam kami. Bersandar pada sesuatu yang kadang sangat manis namun terkadang sangat menyakitkan. Dan kami pun selalu merindukan-Nya yang senantiasa menjadi sumber abadi atas segala hakekat.
Aku berusaha mengubah batu-batu keras menjadi Kristal yamg bercahaya dan Kerasnya menjadi selembut tubuh-tubuh lilin. Dialog kami membisu. Bagaimana dialog akan berlanjut? aku pasrah pada jalan takdir yang telah tertuliskan. Aku pun yakin ia pasti memahami apa yang terucap dan apa yang tak bisa terucap dariku.
Kata-kata adalah singgahsana hatiku. Kata-kata adalah hati yang memanggil logika untuk bermain di tempat yang sama. Beradu argumen dan cara pandang atau saling menguatkan. Aku masih bersama sapaan-sapaan tertahan yang berdiri di atas seribu satu usaha untuk enyahkan kebimbangan dan kegundahan hatiku karena ketidakmampuanku bersuara. Tapi aku masih tetap berusaha. Melihat apapun dari esensi atas segala misteri yang aneh ini.
Aku sengaja mempertebal dinding hati agar tak lemah, dengan masih beratapkan serta beralaskan kepedulian terhadapnya, juga berusaha untuk terus menghargainya. Pilat-pilar pengorbanan menguasai diri dengan ketegaran yang masih bertahan di sini.
Aku tetap mencoba bicara meski dengan dialog bisu yang ia pahami. Kulihat dia dalam jendela yang beda, Melihat gelagatnya dari pandangan yang berbeda pula. Meski segala kerisauannya tak henti berbaris dalam suatu prosesi di tiap irama waktu ini. Aku tak kuasa meloncat jauh dari hening ini, untuk kemudian memasuki suasana lain. Karena faktanya aku masih di sini.
Aku berusaha mengubah batu-batu keras menjadi Kristal yamg bercahaya dan Kerasnya menjadi selembut tubuh-tubuh lilin. Dialog kami membisu. Bagaimana dialog akan berlanjut? aku pasrah pada jalan takdir yang telah tertuliskan. Aku pun yakin ia pasti memahami apa yang terucap dan apa yang tak bisa terucap dariku.
Kata-kata adalah singgahsana hatiku. Kata-kata adalah hati yang memanggil logika untuk bermain di tempat yang sama. Beradu argumen dan cara pandang atau saling menguatkan. Aku masih bersama sapaan-sapaan tertahan yang berdiri di atas seribu satu usaha untuk enyahkan kebimbangan dan kegundahan hatiku karena ketidakmampuanku bersuara. Tapi aku masih tetap berusaha. Melihat apapun dari esensi atas segala misteri yang aneh ini.
Aku sengaja mempertebal dinding hati agar tak lemah, dengan masih beratapkan serta beralaskan kepedulian terhadapnya, juga berusaha untuk terus menghargainya. Pilat-pilar pengorbanan menguasai diri dengan ketegaran yang masih bertahan di sini.
Aku tetap mencoba bicara meski dengan dialog bisu yang ia pahami. Kulihat dia dalam jendela yang beda, Melihat gelagatnya dari pandangan yang berbeda pula. Meski segala kerisauannya tak henti berbaris dalam suatu prosesi di tiap irama waktu ini. Aku tak kuasa meloncat jauh dari hening ini, untuk kemudian memasuki suasana lain. Karena faktanya aku masih di sini.
Sabtu, 10 Maret 2012
Ternyata Jatuh Itu Anugrah !!
Boleh jadi aku hanya tertegun sesaat ketika
sandungan-sandungan itu membuatku terjerembab. ya, bisa saja aku
terguling-guling, bahkan luka-luka. aku masih rapuh dan luruh oleh
rintang yang datang mengadang tanpa ampun. mereka masih menghajarku
dengan kesulitan-kesukitan kejam.
Boleh
jadi ternganga ketika harapan tak berbuah kenyataan atau ketika
kemenangan yang diimpikan ternyata kosong. maka hanya diamlah yang
menjadi pilihanku. Bukan berati bendera putih ku kibarkan. tetapi karena
aku memang harus menyulut kesalutan pada awan-awan yang berarak di atas
kepalaku. Apalah daya, tubuhku masih terlalu setia menapak tanah datar.
padahal lazuardi sudah lama kurindukan!
Ya,
ya, ya.. aku bukan jawara. Tapi tak apa. ketika jatuh untuk kali
pertama, aku memang tersedu. seolah dunia runtuh menimpakan berton-ton
beban di atas tubuhku. seolah semua usai tanpa menyisakan sejarah.
Lelah, itu pasti. Bahkan sampai-sampai untuk berdiri kembalipun tersa
berat. kaki terpaku. jangankan berdiri, duduk tegak saja aku tak berani.
Itulah masa ketika aku harus menerima keterpurukan perdana.
Namun
dunia ternyata belum berhenti. ketika kupaksakan kakiku berdiri, dengan
modal ambisi yang berlipat, kurasa aku masih mampu berjuang menantang
semua hambatan. Walaupun untuk selanjutnya aku tetap jatuh berkali-kali.
Di satu titik kesadaran. aku terinspirasi,: ternyata jatuh itu anugrah!
Jatuh, gagal, kalah, dan sejenisnya memang tak bisa ditolak. mau
apalagi? Mereka ada dalam satu paket penciptaan dalam diri kita. Ada
suka-duka, susah-senang, bahagia-nestapa, jatuh-berdiri, gagal-bangkit
lagi !
Tak masalah berapa frekuensi jatuhku.
Tak apa berapa kali air mata tak terbendung, luka-luka menganga, dan
tangan terkepal geram. Alkhamdulilah, Tuhan masih memberiku kekuatan dan
kesadaran untuk bangkit. Aku sangat meyakini, sedalam apapun
keterpurukan yang ku alami bukanlah kegagalan jika aku tak berhenti.
Aku
diberi kehidupan dan kenikmatan. Tentu tak boleh kusiakan. Aku memang
bukan jawara, karenanya aku terus berusha. Aku memang tak cerdas,
karenanya aku belajar keras. Aku memang manusia biasa, karenanya akan ku
perjuangkan hidupku agar luar biasa !
Bukankah
saat merasa matang kita justru akan semakin cepat membusuk? Dan ketika
kita senantiasa merasa hijau kita akan berkembang. karena itulah, aku
tak pantas berhenti !
Langganan:
Postingan (Atom)